ir a principal |
Ir a lateral
"Negeri kita kaya, kaya, kaya-raya, Saudara-saudara. Berjiwa besarlah, berimagination. Gali ! Bekerja! Gali! Bekerja! Kita adalah satu tanah air yang paling cantik di dunia."
(Pidato di Semarang, 29 Juli 1956)
Saya tidak tahu akan diberi hidup oleh Tuhan sampai umur berapa. Tetapi permohonanku kepada-Nya ialah supaya hidupku itu hidup yang manfaat. Manfaat bagi tanah air dan bangsa; manfaat bagi sesama manusia. Permohonanku ini saya panjatkan pada tiap-tiap sembahyang. Sebab Dialah Asal segala Asal, Dialah Purwaning Dumadi - Soekarno
Apakah kita mau Indonesia merdeka yang kaum kapitalisnya merajalela, ataukah yang semua rakyatnya sejahtera, yang semua orang cukup makan, cukup pakaian, hidup dalam kesejahteraan, merasa dipangku oleh Ibu Pertiwi yang cukup memberi sandang pangan kepadanya? (Pidato BPUPKI, 1 Juni 1945)
Kekeluargaan adalah suatu faham yang statis, tetapi gotong-royong menggambarkan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan, yang dinamakan anggota terhormat Soekardjo satu karyo, satu gawe. (Pidato di BPUPKI, 1 Juni 1945)
Negara Republik Indonesia ini bukan milik sesuatu golongan, bukan milik sesuatu agama, bukan milik sesuatu suku, bukan milik sesuatu golongan adat-istiadat, tetapi milik kita semua dari Sabang sampai Merauke!
(Pidato di Surabaya, 24 September 1955)
Internationalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak berakar di dalam buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak hidup dalam taman sarinya internasionalisme.
(Pidato di BPUPKI, 1 Juni 1945)
Di seberang jembatan, jembatan emas inilah, baru kita leluasa menyusun
masyarakat Indonesia merdeka yang gagah, kuat, sehat, kekal, dan abadi.
(Soekarno, Pidato di BPUPKI, 1 Juni 1945)
Bebek berjalan berbondong-bondong, akan tetapi burung elang terbang sendirian.
— Soekarno (Indonesia Menggugat: Pidato Pembelaan Bung Karno di Muka Hakim Kolonial)
Kami menggoyangkan langit, menggempakan darat, dan menggelorakan
samudera agar tidak jadi bangsa yang hidup hanya dari 2 ½ sen sehari.
Bangsa yang kerja keras, bukan bangsa tempe, bukan bangsa kuli. Bangsa
yang rela menderita demi pembelian cita-cita (Soekarno)